Sunday, February 1, 2015

Cikuray Bray!

"There are two kinds of climbers, those who climb because their heart sings 
when they’re in the mountains, and all the rest.” 
(Alex Lowe)


Kalau pernah baca entri saya sebelumnya yang berjudul Newbie on Vacation: Part 1, to be honest saya jadi malu mau nyeritain ini :D secara gitu saya dari awal ngolok-ngolok the way I spent a day to camp in a mountain, bagaimana bersusah-payah disana, ketika saya harus buang air di semak-semak dan kedinginan setiap saat dengan satu baju yang ada di kulit, tuntutan senior, dan sebagainya sebagainya..

Tapi entah bagaimana caranya, Tuhan memberi saya sebuah kesempatan untuk mendaki gunung. Dan ini naik gunungnya beneran.

Saya yang emang sih dulu pernah lari jogging berapa puluh keliling, push up berapa puluh kali, dan kebal dikasih binaan mental sama senior berapa kali pun juga punya acara rutin buat hiking sama ekskul (dan setelah keluar SMA kapok gak mau hiking lagi), dan juga dengan rutinitas sekarang yang justru banyaknya duduk, ngopi, mikir dan kerja, — enggak kepikir justru dikasih kesempatan dan rezeki untuk nanjak ke gunung.

Dan ini nanjak BENERAN BENERAN beneran..... (ceritanya bergema)

Berawal dari tawaran Diaz dan Aziz untuk nanjak ke Cikuray yang mana tahu saya medannya kayak gimana, pokoknya hayu aja dulu jadi apa enggaknya gimana nanti :D karena saya yakin satu hal kalau traveling pasti asik apalagi dengan orang yang sebelumnya gak terlalu kita kenal, kita bisa saling mempelajari karakter satu sama lain because basically, every character of a human is a beautiful art!

Alasan lainnya yang membawa saya pengen naik gunung beneran adalah bekas dari penanjakan Bromo kemarin yang subhanallah..

Meski awalnya saya banyak mau dan gak mau, dengan alasan cuaca juga gak ada temen cewek yang bakal nemenin nanjak segala macem. Dan ternyata cuaca bagus beberapa hari ke belakang dan ada seorang temen cewek yang bakal join dalam perjalanan, saya gak ada alesan buat nolak lagi deh :">

Akhirnya karena ini nanjak yang BENERAN, saya mulai sewa logistik kayak sleeping bag, matras, nesting, dan yang lainnya demi sebuah perjalanan yang mumpuni, enggak kayak jaman SMA yang apa-apa seadanya – kalau gak ada juga gak apa-apa, yang penting baju aja yang dipake sama diri -_-

Tepat banget setelah selesai UAS, hari Jum’at tanggal 16 Januari 2015 pukul 22.30, saya dan 8 orang lainnya bertemu di Melinda Hospital seberang Ricis Faktori daerah IP. Ini merupakan meeting point kami untuk sebuah perjalanan panjang nan jauh dengan tujuan Garut. Perjalanan yang jauh, antara tunduh tapi gak niat tidur. Pas niat tidur kaki kedinginan, mana bawa carrier berat dan niat yang sebetulnya setengah-setengah sih antara :
“Yakin nih gue nanjak?”
“Emang bakal kuat gitu ya?”
“Hah gue mah lemah, kuat gitu buat summit attack -_-.”
Sampe salah seorang kakak kelas bilang kalau trek Cikuray itu ngehek abis! Saya gak ngerti emang ngehek gimana :o , bahkan Aziz dan Diaz yang udah pernah nanjak ke Cikuray sebelumnya pun, saya gak berani buat nanya karena gak mau mental down duluan padahal nanjak juga belum :D

"Yaudah, semoga mestakung.." kata kakak kelas saya. (Mestakung = semesta mendukung)*

Semoga...

Setelah perjalanan yang memakan waktu selama 3 jam dari Bandung ke Garut dengan masing-masing kulkas yang dipasang di pundak, lampu sein yang dinyalakan sebelah kanan agar bisa saling memberikan isyarat satu sama lain agar menandakan masing-masing posisi sehingga tidak ada yang tersesat dengan mengikuti kendaraan lain, juga perjalanan yang di kanan-kiri gelap gulita dan beriringan dengan truk-truk besar bermuatan (ini salah satu alasan saya tetap terjaga karena takut si Lukman yang saya tebengin justru ngantuk dan gak fokus dan masa innalillahi sebelum sampe Cikuray? -_- Naudzubillah ini pikiran...) sampailah kita di bawah pos pemancar.

Sebelum tiba di pemancar kami membayar tiket seharga sepuluh ribu per motor dari pos gubuk yang ada di bawah. Fyi sebetulnya kita tidak diharuskan membayar tiket masuk ini sih karena sebetulnya tiket masuk Cikuray itu ada di pos 1 dengan biaya seikhlasnya dan pos tersebut mungkin tiket “gelap”. Tapi yaudah, mungkin berbagi rezeki juga. Yang penting kita semua selamat sampai kembali ke rumah..

( Pos Pemancar – Gambar diambil pada siang hari setelah pendakian )

Maksud saya Pos Pemancar adalah sebuah tempat dimana terdapat menara-menara pemancar stasiun televisi. Nah ini merupakan sebuah pos penanda bahwa posisi kita benar berada di bawah gunung Cikuray. Dan fyi menara pemancar ini milik MNC Tv dan Global Tv.

Nah, kami tiba disini pukul 3 pagi setelah sebelumnya saya, Muti dan Tresna turun dari motor karena motor partner kami gak kuat buat ditanjakin dua orang. Padahal itu udah dikiiiiit lagi sampai di pos pemancar YA TUHAN KENAPA KAMI HARUS JALAN YA TUHANNN 

Yaudah sih gapapa, itung-itung pemanasan kan? Toh nanti jam enam pagi masa kita nanjak mau bawa mobil sedan sampe puncak, naik pake kaki sendiri dong. Latihan latihan jangan manja Nis! 

Dan... DISINI NIH DISINI SAYA UDAH CAPEK NANJAK PEMIRSA PADAHAL BARU SEGINIII! 

Saya sampai down duluan mental. Gile baru trek bebatuan unyu agak nanjak segini aja saya pelan-pelan banget jalan. Udah ngos-ngosan pula. Meski ada bulan di sebelah kiri saya yang indah subhanallah ditemani bintang-bintang kecil yang memukau seperti senyum saya (oke skip bagian ini) tetap gak bisa membagi rasa lelah ini ya allah baim kenapa begitu lemah gimana bisaaa sampe puncak T.T

Akhirnya sampai ke dekat sebuah warung di bawah pos pemancar, kami membangun tenda kecil. Ini dikhususkan untuk saya dan Muti karena kami cewek cuma berdua. Para cowok lainnya tidur dengan beralaskan matras dan sleeping bag.

(Tapi sebelum tidur, ini cowok-cowok pada centil foto barengan dulu. Saya dan Muti ada di belakang mereka. Liat kan motor di belakang? Nahhh kita bangun tenda disitu dan tepar hahah!)

( Dari kiri ke kanan: Yoga, Shendy, Diaz, Aziz, Ray, Tresna dan Lukman. 
Nb: Kalo ada yang mau sama salah satu dari mereka, ping me. )

Setelah ada berisik-berisik sebelumnya, akhirnya saya terbangun oleh suara cowok yang ngabsenin logistik temennya. Asli itu berisik banget! Plis! Nona-nona lagi tidur cantik gak usah full volume suara kenapa ditambah dengan suara alarm yang sama sekali gak dimatiin sama pemilik handphone nya. Adalah itu alarm nyala dengan durasi tiga album karena saking berisiknya dan Muti yang ngelindur tapi ngedumel gegara itu alarm. 

Kita berdua berasa tidur di hotel aja kebanyakan protes -_-"

Dan pas saya buka tenda, widih udah BANYAK banget pendaki lain. Dan ada deru suara truk juga yang ngangkut logistik. Ramai lah. Mungkin sekitar dua sampai tiga puluh orang termasuk kami yang akan memulai pendakian pagi ini.

Sunrise di pos pemancar juga udah indah, saya abadikan momennya dengan kamera ponsel.

(Sunrise di pos pemancar)

Kemudian Aziz nanya, “Ca, kuat sampe puncak yah sebelum sore?”
Dan saya bilang, “Mmmm... Gak tau :D ”
“Kok gak tau sih :o, semangat dong bisa!” kata Aziz menyemangati.
Saya diem aja.

Dalam hati mikir yang aneh-aneh. Takutnya saya nyusahin yang lain, atau carrier saya sampe harus dibawain sampe puncak sedang yang lain aja carriernya udah pada tinggi-tinggi kayak bawa kulkas yang isinya buat ngejualin eskrim buat ke puncak, atau saya gak mau kalau harus dituntun padahal yang lain sama-sama kelelahan dannn segala macam prasangka karena sebetulnya mental saya udah down tapi gak mau bilang takut makin down hahah

Dan pas saya nanya, “Trek mana yang bakal kita lewatin nih?” Diaz nunjuk ke arah trek kebun teh yang tanjakannya 75 derajat. Saya ngahuleng. Hah emang gue bisa gitu? Gimana kalau gue NYUSAHIN NYUSAHIN NYUSahin..... (ceritanya bergema lagi) (gema yang berasal dari konflik batin)

Dan setelah berdo’a sebelum memulai perjalanan yang dilanjutkan dengan dimulainya pendakian, Diaz bilang, “Yang gak kuat bilang ya.” Saya angkat tangan sendiri :D karena sebetulnya mental saya udah bener-bener unsure tapi waktu itu saya mikir — as long as kaki saya mampu buat jalan, saya bakal tetep jalan. Karena gak ada sesuatu yang mengecewakan di balik setiap kerja keras yang kita usahakan (tsaaah)

Btw, Gunung Cikuray punya 7 pos. Yang terjauh adalah jarak dari pos 1 ke pos 2, dan pos 2 ke pos 3. Kamu boleh-boleh aja sih lari, tapi ini treknya nanjak. Dan untuk sampai puncak, mungkin buat newbie alias yang baru pertama melakukan pendakian, memakan waktu 8 jam dengan carrier di punggung. Tim kami terdiri dari 9 orang dan tentu saling tunggu satu sama lain, mungkin kalau timnya lebih sedikit bisa lebih cepat sampai di puncak. Tapi tergantung mestakung sih.

Dan kami memulai penanjakan pukul 06.25 pagi dimulai dengan pemanasan tanjakan baeud dan asli bukan bikin baeud lagi tapi asa jadi ingin balik lagi ke bawah terus pulang *eh (Baeud = cemberut)*

Setelah sampai di ujung tanjakan baeud, Tresna udah bilang, “Ahh ieu puncak teh?” (Ahh, ini puncak nya?)*

Dan yang lain juga udah mulai kelelahan. Saya juga. Kita semua udah pada duduk di rumput. Asli cemenn semua (kecuali gegedugnya Diaz dan Aziz) hahaha. (Gegedug = pemimpin)*

Break 5 menit, kita melanjutkan perjalanan dan sampai di pos 1. Here’s us.. Kami bersembilan, yang dua lagi out of frame. Oh iya, yang belum kenalan sama Muti, ini orangnya sebelah saya (yang pakai jaket pink). Yang tertarik, boleh DM me.


( Temen saya bilang kalau setelan saya bukan mau naik gunung tapi mau tidur. Yang anggapannya sama silahkan tanpa penghormatan balik kanan bubar jalan :D )

( Menuju pos 2, ripuh braay ripuh! )

( Akhirnya istirahat dulu wkwk )

Dan kita terus menanjak, dan terus perlahan menanjak, dan beberapa ngos-ngosan, dan ada salah satu teman yang tertinggal kelelahan di belakang sampai akhirnya tiba di salah satu tanah landai dan Diaz memutuskan kita untuk sarapan terlebih dahulu karena kami belum makan pagi karena langsung nanjak.

( Sarapan sama nasi diuyahan juga kalau di gunung mah nikmat guys! )

Perjalanan dilanjut. Yang awalnya di sebelah kiri masih bisa melihat ke perbukitan bawah disinari hangatnya mentari pagi, mulai tertutupi oleh pepohonan yang begitu rapat. So far sejauh mata memandang, mau liat ke atas, ke kanan, ke kiri — semuanya belantara hutan dan pepohonan. Gak ada space of eye sight dimana kita bisa menghibur diri atau sekadar berucap, “Ahh langit indah. Pemandangan yang indah! Sepertinya jarak dari sini ke puncak sekitar sekian jam lagi.”

Kagak ada.

Semuanya pohon besar, dan rapat oleh dedaunan, dan TREKNYA ITU LOH DENGKUL KETEMU MUKA!

( Semoga cinta kamu gak sesadis trek Cikuray beb.. )

Kita bahkan sampe harus berpegangan sama akar-akar pohon yang cukup kuat buat nanjak. Atau bantu satu sama lain buat manjat. Karena rata-rata dari awal penanjakan, muka-muka kita udah pada kelelahan semua :))) yang buat saya semangat nanjak adalah liat Diaz yang bawa kulkas sebegitu tingginya tapi dia nanjak paling depan! (Di foto-foto sebelumnya ada Diaz yang bawa kulkas eh carrier dengan cover bag warna kuning) Masa sik saya yang bawa diri aja gak bisa huhuhu.

Perjalanan untuk sampai ke 2821 mdpl dibatasi oleh beberapa pos. Total ada 6 pos. Dan ciri dari tiap pos adalah tanah yang landai. Karena jarang banget bray nemu tanah landai di trek Cikuray secara treknya nanjak lagi nanjak terus kagak ada bonusnya.

Kami sampai di pos 2 tapi enggak istirahat dan terus melanjutkan perjalanan sampai ke pos 3 diiringi istirahat selama beberapa menit. Asli kami semua udah penuh emosi hati karena lama banget sampai puncaknya dan di kiri kanan pepohonan rapat, gak ada yang bisa pitingalieun lah karena semua sama! (pitingalieun = dilihat)*

Akhirnya kami istirahat di pos 3. Semua muka udah kelelahan dan beberapa makanan ringan dibuka untuk sekedar mengganjal perut.

Kami udah bener-bener lelah di pos 3. Tapi Diaz dan Aziz menyemangati kalau “Puncak Cikuray sebentaaar lagi.. Pos empat lima enam sebentaa~~r lagi..” (nyanyikan dengan ritme lagu Lebaran Sebentar Lagi)

“Ah puncak.. puncak.. paribasa!” kata Muti. Dia sudah kesal. Semuanya juga sih hahahaha. 

( Tulisan "Puncak" di salah satu pohon menuju pos 3. Saya berasumsi kayaknya banyak yang udah nyerah. Jangankan sampe puncak, sampe pos 3 juga udah ripuh – makanya ditempelin beginian kali ya haha )

Kami melanjutkan perjalanan. Kesal emosi dan lelah tapi tidak menyurutkan langkah-langkah kecil kami untuk tetap meniti puncak.

Saya benar-benar udah kelelahan di pos 4. Ketika di awal perjalanan saya membantu Muti nanjak, sekarang giliran saya yang dia bantu. Ketika di awal saya melesat nanjak paling awal berbarengan dengan Diaz, sekarang saya jadi yang paling lambat ketiga diantara yang lain.

Kami istirahat di tengah perjalanan menuju pos 5. Kabut sudah menebal dari perjalanan menuju pos 4. Dan sekarang hujan mulai turun. Kami mulai memakai jas hujan masing-masing.

“Kalau udah sampai pos 5 saya semangat deh!”

Dan! Ketika Rey dan Muti teriak, “Ca kita udah di pos 5! Semangat Ca!” Saya cuma diem aja gak nanggepin karena udah bener-bener kelelahan.

Pos 5 dinamakan Pos Sanghyang Taraje. Sanghyang itu artinya dewa/i, dan taraje itu tangga. Jadi artinya Tangga Dewa/i. Shendy sampai bilang, "Wah ini treknya tidak bisa dilukiskan dengan akal sehat yah..." Karena bener-bener gak ada bonus turunan ataupun tanah landai sedang masing-masing kita bawa carrier di pundak yang beratnya seberat dosamu pada gebetan yang ditinggalin.

Perjalanan terus dilanjutkan hingga sampai di pos 6. Disini kami semua udah fix kelelahan kakak! Dan perut laparrrr :D

Di pos 6 (puncak bayangan – karena kamu bisa lihat sebagian langit yang terbuka) sudah ada beberapa pendaki yang membangun tenda untuk tidur. Kami semua duduk di dekat sebuah pohon pas ke belokan pos 6. Dan di bawah rintiknya hujan yang membasahi Cikuray, kami semua tertidur. Saya sampai mimpi berapa kali dalam posisi tidur sambil duduk dan kaki ditekuk di depan dada. Yang lain pada pulas juga dengan masing-masing wajah kami yang ditetesi rintik hujan.

Hingga akhirnya saya tiba-tiba terbangun dan melihat dua pemuda lagi ngobrol sambil ketawa-ketawa dan salah satunya melihat ke arah saya oh God mukeee men -_-" (jangan-jangan gue tidur sambil nyelangap dan iler kemana-mana gimana -_-)

Kira-kira jam menunjukkan pukul 4 sore, kami membangunkan teman-teman yang lainnya untuk memulai lagi pendakian.

Saya menyangka setelah di pos 6, kita akan bertemu dengan puncak sebentar lagi. Saya mulai (sedikit) semangat nanjak dan terus nanjak..................dan ternyata tidak!

Kerasanya jauhhhh banget! Asli! Saya udah give up sampe di sebuah tanjakan pendek tapi lumayan curam dimana Muti dan Shendy juga Aziz makan sukro.

“MINTA DONG!” kata saya. Emosi. Lapar. Lo. Bukan. Lo. Kalo. Lagi. Lapar.

Kemudian datang yang lainnya menghampiri. Dan masing-masing makan sukro pemberian Shendy. Di tempat makan sukro ini kami semua UDAH EMOSI YA TUHAN INI KAPAN SAMPAINYA SIH KAMI LELAH YA TUHAN BERI KAMI KEKUATAN!!!

Dan Aziz pergi nanjak duluan. Yang lain masih diam. Kemudian ada salah satu pendaki yang mulai membuka mie instan dan memakannya mentah-mentah. Ide bagus haha.

Shendy membuka logistik dan mengeluarkan stok mie instan yang kita punya. Dan memberikan masing-masing pada kami.

Selagi menikmati mie, Yoga — yang dari awal pendakian diam tak banyak bersuara kemudian berkata dengan nada yang penuh emosi dan juga struktur kalimat yang penuh emosi, “Anj*** aing cape ngadaharan ieu wae.” (“Saya capek makanin ini terus.”)*

Kemudian setelah selesai makan mie, yang lain mulai berdiri dan melanjutkan perjalanan. Saya masih stay di tempat. “Ayo Ca!” kata Muti. Saya diem lagi kemudian berujar, “Sok aja Mut duluan aja..”

“Ayo Ca!” kata yang lain. “Yoi duluan aja!” kata saya. Dengan ekspresi entahlah bagaimana yang lain melihat saya. Tapi yang jelas saya udah bener-bener give up dan capek. Pengen tidur disitu aja. Tapi pas yang lain udah ninggalin saya mikir masa saya ditinggal sendirian. Trus masa saya sendirian. Trus kalo disini semua orang pada pergi masa saya sendirian. Masa saya SENDIRIAN (format tulisan di bold capital italic underline)?? Gimana kalau ada penculik?

Akhirnya saya terpaksa bangkit dan ngebut. Tapi ternyata Yoga gak jauh ada di depan saya. -_-

Dan ketika sisa-sisa tekad saya udah mulai luntur, tersembullah sebuah tenda. Wah pos! Pos 7 kayaknya! Dan benar alhamdulillah ya Allah..

Disini kami mulai membangun tenda. Muti ingin masuk tenda duluan. Akhirnya kami pun masuk menuju tenda dan cowok lainnya membangun tenda dan dapur untuk memasak makan malam.

Kami tiba di pos 7 sekitar pukul 6 sore. Tepat dengan waktu Maghrib. Alhamdulillah, tidak kemalaman di jalan, dan tidak terpaksa untuk membangun tenda. Dan semua alhamdulillah selamat.. Alhamdulillah...

Yang lain mulai prepare memasak, saya dan Muti beres-beres di tenda dan berusaha menghangatkan badan dengan memakaikan sleeping bag masing-masing.

Sekitar Isya’, kami melanjutkan makan malam. Dan saya memilih untuk tidur dan gak makan karena saya gak mood buat makan saking lelahnya haha! Tapi Muti memaksa saya meminum sedikit energen dan akhirnya minum daripada masuk angin gak makan -_-

Dini hari, udara begitu dingin! Dan instead of bisa tidur nyenyak karena kelelahan, kita justru kedinginan. Angin menderu-deru dengan sangat kencang! Sampai salah seorang pendaki yang memasang tenda di sebelah tenda saya bertanya pada temannya dengan suara keras, “Ari eta sora angin atawa hujan?” (“Itu suara angin atau hujan?”)*  “Angin.” jawab temannya.

Jujur saya baru pertama kali denger suara angin bisa sampai segitunya. Seolah berbunyi “HUUUUuuu~~” dengan sangat jelas. Tapi saya memaksakan untuk tidur meski badan rasanya beku.

Pagi hari kami bangun. Saya memotret sunrise di pos 7, tapi tetap dengan kerapatan pohon yang susah buat ambil full sunrise.

( Cuaca cerah dan suhu di pos 7 saat itu sekitar kurang dari sepuluh derajat celcius :D )

Kami akhirnya melanjutkan penanjakan. Summit attack! Tapi biasa aja sih karena hari sebetulnya sudah terang haha! Dan alhamdulillah, ......2821 mdpl.

( Tenda-tenda yang dibangun di Puncak Cikuray. )

Akhirnya, setelah 8 jam perjalanan yang penuh emosi, kesal karena udah berapa jam tetep gak sampe puncak karena rapatnya pepohonan yang buat kita cuma bisa lihat trek yang ditempuh, sampai juga di Puncak. Terimakasih, MAPAN FIKI '14. I constantly loving you all..

( MAPAN FIKI'14 di Puncak Cikuray 2821 mdpl )

Yang jadi catatan saya pribadi adalah, sesusah-susahnya kami meniti jalan menuju puncak, gak ada satupun dari kami yang tercetus perkataan untuk turun lagi ke pos pemancar. Jadi, kami betul-betul menikmati pendakian ini. Menikmati dengan emosi masing-masing hahaha.


(Dua wanita perkasa. Para cowok harkos gone forever )


( Saya, Puncak Cikuray, dan Vandalisme )

Saya betul-betul tergoda dengan satu-satunya bangunan yang ada di Puncak Cikuray, dan berusaha naik kesana meski sebenernya ripuh dan dibantu yang lain -_-" kata Diaz ini 2825 mdpl. Disini terlihat dengan jelas Gunung Papandayan, Gunung Guntur, Gunung Gede, Gunung Ciremai.

( Untuk sampai bangunan ini gak ada tangga, jadi kamu harus manjat )

Dan saat itu, di bawah lautan awan jabar dan indahnya sunrise, saya merasa dekat sekali dengan Sang Pencipta — Allah SWT. Betapa kecilnya saya. Betapa ringkihnya. Dan hanya dengan kuasaNya saya bisa sampai sini. Meski diawali dengan mental yang sebelumnya DOWN, tapi bisa diakhiri dengan sampainya di puncak dengan kaki yang Dia berikan dengan sempurna.Yang bisa menemani saya melangkah sejauh saya berpikir bahwa saya bisa melangkah, dan sekalipun saya menyerah lelah untuk melangkah, kaki ini masih tetap setia menemani tekad saya yang tiap langkah. Hati ini masih kuat untuk bisa sampai ke puncak, menikmati ciptaanNya yang begitu luar biasa.

وَأَلْقَىٰ فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ وَأَنْهَارًا وَسُبُلًا لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

"Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk." (An Nahl, 16:15) 

Dan juga, ditemani oleh wanita perkasa super luar biasa: Muti. Yang menemani dan memberi semangat, berbarengan hingga puncak. Nemenin nyari hide side buat buang *****, tidur bareng di tenda, dan sepengalaman saya susah buat cari temen cewek yang bisa kuat bareng kita dan gak rewel sekalipun ada banyak cowoknya. And, she totally made it. Love you Muti ♥♥♥


Lainnya para lelaki keren yang layaknya keluarga: Rey, Diaz, Aziz, Lukman, Yoga, Shendy dan Tresna. 


MAPAN FIKI ’14 — Saya gak tau harus mendeskripsikan kalian seperti apa —but you all feel like a home, like a family.


Dan, perasaan itu selalu ada...

Perasaan bahwa saya bangga menjadi bagian dari sang Ibu pertiwi, negeri ini. Saya bangga menjadi bagian dari bangsa besar ini. Menaklukan tiap jengkal tingginya gunung ini, tingginya ego hati. Saya bangga, saya dilahirkan dari tanah ini yang begitu kaya. Dan saya bangga bahwa alam ini merupakan bagian dari saya. Saya, Indonesia.


Jadi, kapan kamu — mau ke Cikuray dan menikmati ciptaanNya dengan sepenuhnya?

2 comments:

  1. niceeeee

    jalurnya nambah ancur aja ternyata ._.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hujan kayaknya Kang jadi gak beraturan. Gak tau kita banyak dosa .__.

      Delete

Write a comment